BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kebijakan pembangunan
wilayah pada dasarnya merupakan keputusan dan intervensi pemerintah, baik
secara nasional maupun regional untuk mendorong proses pembangunan daerah
secara keseluruhan. Analisis ini sangat penting artinya dalam rangka menerapkan
teori dan konsep yang ada untuk memepercepat pertumbuhan ekonomi daerah
meningkatkan penydiaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan pada
wilayah – wilayah terbelakang. Semua itu di perlukan untuk peningkatan proses
pembangunan daerah dan sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya, integrasi
lokasi dan ruang menjadi lebih penting dalam melakukan pembangunan lokasi
perkotaan dimana kita di hadapkan oleh ketersediaan lahan yang terbatas dengan
ertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dengan cepatnya. Dalm situasi ini,
efisiensi penggunaan lahan, pengaturan lokasi dan tata ruang akan menjadi
sangat penting. Maka dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat aspek
kewilayahan dan tata ruang wilayah serta dampak ekonomi yang akan timbul dari
pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu.
1.2 Masalah Pokok
Berkaitan
dengan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka masalah pokok dalam
penulisan ini adalah :
1.
Bagaimanakah
Konsep
Kewilyahan dan Keruangan Mall Tatura Palu ?
2.
Apkah
ada dampak yang di timbulkan dari pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura
Palu ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Ada pun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang :
1.
Konsep Kewilyahan dan Keruangan Mall
Tatura Palu ?
2.
Dampak yang di timbulkan dari pembangunan pusat
perbelanjaan Mall Tatura Palu ?
Ada
pun manfaat dari penulisan ini sebagai berikut:
1. Diharapkan
dapat menjadi masukkan bagi para penentu kebijakan dalam merencanakan dan mengarahkan
pertumbuhan perekonomian di masa yang akan datang .
2. Sebagai
bahan informasi bagi penulis dan para pembaca pada umumnya mengenai pola tata uang pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu .
3. Sebagai
bahan referensi bagi yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai
obyek ini.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian
Umum Konsep Kewilayahan dan Keruangan
Pembangunan
regional adalah bagian yang integral dalam pembangunan nasional. Karena itu
diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi ke
tingkat regional. Untuk mencapai keseimbangan regional terutama dalam
perkembangan ekonominya maka diperlukan beberapa kebijaksanaan dan program
pembangunan daerah yang mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan.
2.1.1
Kewilayahan
Ada beberapa pengertian wilayah atau kewilayahan yang terkait
aspek keruangan yang harus dipahami terlebih dahulu. Konsep wilayah dalam
proses penataan ruang harus meliputi konsep ruang sebagai ruang wilayah
ekonomi, ruang wilayah social budaya, ruang wilayah ekologi, dan ruang wilayah
politik. Wilayah itu sendiri adalah batasan geografis (deliniasi yang dibatasi
oleh koordinat geografis) yang mempunyai pengertian/maksud tertentu atau sesuai
dengan fungsi pengamatan tertentu.
Wilayah
dapat dilihat sebagai suatu ruang pada permukaan bumi. Pengertian permukaan
bumi adalah menunjuk pada tempat atau lokasi yang dilihat secara horizontal dan
vertikal. Jadi, di dalamnya termasuk apa yang ada pada permukaan bumi. Karena
kita membicarakan ruang dalam kaitannya dengan kepentingan manusia, perlu
dibuat batasan bahwa ruang pada permukaan bumi adalah sejauh manusia masih bisa
menjangkaunya atau masih berguna bagi manusia.
Rustiadi,
dkk, (2007) mencatat, jika diperhatikan
sejarah perkembangannya, memang sudah lama ada upaya untuk mengangkat
aspek-aspek wilayah dalam upaya memahami fenomena sosial
maupun ekonomi. Dalam disiplin ilmu ekonomi (Nijkamp dan Mills, 1986), hal ini
dapat dilihat misalnya dalam teori biaya komparatif (comparative cost theories) dan teori perdagangan internasional (international trade theories).
Sebenarnya, cikal bakal ilmu kewilayahan telah melalui proses yang lama,
seperti terlihat dalam buah karya von Thunen (1942) tentang teori lokasi
pertanian, Alfred Weber pada tahun 1909 tentang teori lokasi industry, Andreas
Predohl di tahun 1925 yang mencoba mencari titik temu antara teori lokasi
dengan teori keseimbangan umum dalam ilmu ekonomi, Hotelling di tahun 1929
tentang teori keseimbangan umum, August Losch (1940) tentang teori ekonomi klasik
khusus untuk aktivitas produksi barang-barang industri, dan
masih banyak lagi. Perkembangan teori-teori kewilayahan tersebut dibahas secara
lebih runtut dan detail dalam Isard (1956).
Walaupun demikian, ilmu kewilayahan baru diakui sebagai
disiplin ilmu tersendiri oada sekitar pertengahan tahun 1950-an (Nijkamp dan
Mills, 1986). Sejak itu, disiplin ilmu ini diterima secara luas sebagai
kerangka analisis dalam mempelajari permasalahan lokasi dan alokasi dalam
tatanan keruangan (geographical location-allocation
problems). Pada awalnya, ilmu kewilayahan ini bersumber dari dua mazhab,
yaitu regional economics (ekonomi
wilayah) dan regional geography
(geografi wilayah). Kalangan mazhab ekonomi wilayah, menganalisis keruangan
dengan menganalogikan teori-teori ekonomi umum. Sebagai ilustrasi, hal ini
terlihat pada permodelan dengan program linier (linier programming) untuk analisis transportasi, masalah substitusi
ruang dalam teori-teori produksi neoklasik, analisis input-output antar wilayah
dan sebagainya. Di lain pihak, kalangan mazhab geografi wilayah dalam
penganalisaannya lebih mendasarkan pada sifat-sifat dasar keruangan secara
geografis dan implikasinya terhadap evolusi spatio-temporal
dari tatanan perekonomian yang kompleks. Sebagai ilustrasi, hal ini terlihat
dalam permodelan pilihan diskrit (discrete
choice models) untuk perilaku pemilihan ruang (spatial choice behavior), dan teori-teori evolusioner tentang
inovasi dandinamika keruangan. Walaupun demikian, pada tahap selanjutnya ilmu
wilayah menjadi suatu disiplin ilmu yang luas cakupannya meliputi
masalah-masalah perkotaan, perdesaan dan hubungan antar keduanya, masalah
transportasi, dan masalah sumberdaya alam. Oleh karenanya, suatu pendekatan
terpadu yang dapat menyatukan antara pemahaman dari kedua mazhab tadi menjadi
semakin dimungkinkan.
Di Indonesia, pada awalnya kajian tentang wilayah sudah dirilis oleh
Sutami (1977) dengan mulai memperkenalkan kepada kalangan perencanaan
pembangunan dan penentu kebijaksanaan tentang wilayah pembangunan. Walter Isard
(1975) menjelaskan bahwa ilmu wilayah mencoba menanggapi hal-hal yang selama
ini kurang dijelaskan dengan memuaskan oleh cabang ilmu-ilmu yang lain.
Untuk memenuhi kebutuhan ilmu-ilmu kewilayahan yang memasuki area
kebijakan dan perencanaan, para ahli kewilayahan kemudian mengembangkan ilmu-ilmu
yang lebih spesifik. Ilmu-ilmu kewilayahan yang dikembangkan tersebut seperti
Perencanaan Wilayah (Regional Planning),
Pembangunan Wilayah (Regional Development),
Ekonomi Wilayah (Regional Economics)
serta Perencanaan Kota (Urban Planning)
dan Perencanaan Perdesaan (Rural Planning).
Ilmu wilayah/kewilayahan (regional
science) merupakan ilmu yang relatif baru, pada awal perkembangannya ilmu
wilayah muncul sebagai suatu kritik terhadap ilmu ekonomi yang lazim (Neoclasical Economy) di tahun 1950-an,
khususnya sejak dikemukakan oleh Walter Isard. Kritik ini timbul karena hingga
masa itu teori ekonomi dianggap terlalu menyederhanakan permasalahan karena
hanya melihat dari sisi penawaran (supply)
dan permintaan (demand) secara
agregat.
Pendekatan tersebut dianggap terlalu menyederhanakan masalah ekonomi yang
seolah mengabaikan aspek ruang. Pada dasarnya keberadaan komoditas sejumlah “Q”
seperti yang ditunjukkan dalam gambar di bawah, secara spasial tersebar tidak
merata. Dari sisi permintaan, penyebaran jumlah dan keragaman penduduk di dalam
ruang yang tidak merata berdampak pada permintaan barang/jasa yang tidak
merata. Sedangkan dari sisi penawaran, penyebaran sumberdaya termasuk sebaran
kualitas lahan yang tidak merata berdampak pada pasokan barang yang tidak
merata pula. Perbedaan komoditas yang tersebar di berbagai lokasi menimbulkan “cost” (biaya). Secara praktikal, kondisi
sebenarnya ternyata jauh lebih kompleks dan lebih rumit karena berdimensi
ruang. Limpahan (supply) dan
permintaan setiap barang dan jasa berbeda-beda antar tempat, sehingga
keseimbangan harga yang terbentuk juga berbeda-beda antar tempat.
harga (S)
/biaya (D)
Penawaran
H1
Permintaan
Q1 Q
(jumlahbarang/jasa)
Gambar 1.1. Kurva Permintaan dan Kurva Penawaran Barang dan Jasa (Rustiadi, dkk., 2007)
Ilmu wilayah mempertimbangkan aspek-aspek di atas dan aspek-aspek
lingkungan lainnya sepanjang berkaitan dengan aspek lokasi, local, kota, desa
atau wilayah. Ilmu wilayah membahas sejauh mana pengaturan-pengaturan perusahaan,
konsumen dan lembaga.
Berdasarkan kritik-kritik tersebut, ilmu wilayah dikembangkan sebagai ilmu
pengetahuan terapan (applied science)
baru dengan memasukkan dimensi ruang (lokasi) terhadap ilmu ekonomi menjadi
ilmu baru. Dalam proses perkembangannya, “sense” ilmu ekonomi pada ilmu ini
sangat menonjol. Hal ini sebenarnya mudah dipahami jika dilihat dari latar
belakang para pelopor pengembangan ilmu ini yang merupakan pakar-pakar ilmu
ekonomi, terutama Walter Isard. Karena itu pulalah dapat dipahami jika ilmu ini
terutama sangat bias pada pendekatan-pendekatan kuantitatif karena kebanyakan
pakar ekonomi yang mengembangkannya adalah juga pakar ekonometrik. Seperti
halnya juga dalam ilmu ekonomi, ilmu wilayah melakukan analisis dengan
pendekatan matematis atau model-model matematis atas data wilayah untuk menguji
model dan hipotesis-hipotesis yang dikembangkan. Oleh karena itu pula
penggunaan kata “science” menjadi
dianggap penting.
Ilmu kewilayahan adalah ilmu yang mempelajari wilayah terutama sebagai sistem,
khususnya yang menyangkut hubungan interaksi dan interdependensi antara
subsistem utama ecosystem dengan subsistem utama social system,
serta kaitannya dengan wilayah-wilayah lainnya dalam membentuk suatu kesatuan
wilayah guna pengembangan, termasuk penjagaan kelestarian wilayah tersebut
(Sutami, 1977).
2.1.2 Keruangan
Apabila kita menyebut kata ruang, apa
yang terbayang dalam benak kita. Apakah ruang itu abstrak atau riil. Kalau
abstrak apakah hanya ada dalam khayalan atau bisa lebih konkrit dari itu,
sedangkan kalau riil maka ruang itu mempunyai batas yang jelas dan ciri-ciri yang
berbeda antara ruang yang satu dengan ruang lainnya. Ruang bisa berarti sangat
sempit tetapi juga bisa juga sangat luas tak terhingga. Kita bisa membayangkan
bahwa ruang hanya sesuatu yang hampa tetapi memakan tempat atau yang terbayang
adalah isi yang ada pada ruang tersebut, yang tentunya berbeda antara satu
ruang dengan ruang lainnya. Semua benda membutuhkan ruang sehingga salah satu
ciri yang membedakan benda adalah luas ruang yang dibutuhkan oleh benda itu.
Dengan demikian, ruang adalah tempat untuk suatu benda/kegiatan atau apabila
kosong bisa diisi dengan suatu benda/kegiatan. Dalam hal ini kata “tempat”
adalah berdimensi tiga dan kata benda/kegiatan berarti benda/kegiatan apa saja
tanpa batas. Kegunaan ruang menjadi terbatas apabila diberi ciri/karakter
tambahan. Misalnya, ruang kelas yang berarti berisi benda ataupun kegiatan yang
berkaitan dengan kegiatan kelas, ruang tamu berisi benda ataupun kegiatan yang
berkaitan dengan kegiatan menerima tamu, dan lain-lain. Tanpa ruang maka suatu
benda/kegiatan tidak mungkin berada di sana. Dalam bahasa Inggris, padanan kata
ruang adalah space(spasial). Menurut
Kamus Webster (Tarigan, 2009), space
dapat diartikan dengan berbagai cara, di sini dikutip dua cara :
a.
The three dimensional contoinous
expanse extending in all directions and containing all matter : variously
thought of as boundless or intermediately finite.
b.
Area or room sufficient for or
alloted to something.
Kamus Random House (Tarigan, 2009)
menulis, space : a particular extent of
surface. Dengan demikian, secara umum ruang diartikan dengan tempat
berdimensi tiga tanpa konotasi yang tegas atas batas dan lokasinya yang dapat
menampung atau ditujukan untuk menampung
benda apa saja. Sebetulnya ada tiga kata yang sering bisa dipertukarkan, yaitu
ruang, tempat dan lokasi. Di antara ketiga kata ini, ruang adalah yang bersifat
umum, tidak terikat dengan isi maupun lokasi. Tempat seringkali dikaitkan
dengan keberadaan suatu benda/kegiatan yang telah ada/sering ada di situ.
Lokasi terkait dengan posisi apabila di permukaan bumi bisa ditentukan bujur
dan lintangnya. Lokasi sering terkait dengan pemberian nama atau karakter atas
sesuatu tempat sehingga dapat dibedakan lokasi yang satu dengan lokasi lainnya.
Karena ruang bisa menyangkut apa saja yang membutuhkan tempat, maka harus ada
batasan tentang ruang yang ingin dibicarakan. Dalam hal ini yang ingin
dibicarakan adalah ruang sebagai wilayah.
Sementara
itu, pengertian ruang menurut Undang-Undang N0. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang
laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lain, melakukan kegiatan dan memelihara
kelangsungan hidupnya.
2.2
Teori Wilayah
2.2.1 Teori
Lokasi Sentral
Pada tahun 1933,
Walter Christaller memusatkan perhatianya terhadap penyebaran pemukiman, desa
dan kota-kota yang berbeda-beda ukuran luasnya. Penyebaran tersebut
kadang-kadang bergerombol atau berkelompok dan kadang-kadang terpisah jauh satu
sama lain. Atas dasar lokasi dan pola penyebaran pemukiman dalam ruang ia
mengemukakan teori yang disebut Teori Tempat Yang Sentral (Central Place Theory) (Nursid Sumaatmadja,
1981).
Pada tahun 1945,
August Lost memperkuat teori Christaller, mereka berkesimpulan bahwa cara yang
baik untuk menyediakan pelayanan berdasasrkan apek keruangan kepada penduduk.
Jadi lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan penduduk itu harus ada pada tempat
yang sentral (yang memungkinkan partisipasi warga yang jumlahnya maksimum).Tempat
yang semacam itu oleh Christaller dan Losh diasumsikan sebagai titik
simpul-simpul dari suatu bentuk geometrik yang heksagonal.Tempat-tempat semacam
itu memiliki kawasan pengaruh terhadap daerah sekitarnya.Hubungan antaralokasi
tempat-tempat yang sentral dengan tempat yang sentral disekitarnya
membentukhierarki jaringan seperti sarang lebah. Bentu
2.2.2 Teori Kutub Pertumbuhan
Teori ini
dikemukakan oleh Perroux pada tahun 1955, atas dasar pengamatanterhadap proses
pembangunan. Perroux mengakui kenyataan bahwa pembangunan tidak terjadi
dimana-mana secara serentak, tetapi muncul ditempat-tempat tertentu dengan
intensitas yang berbeda.Tempat-tampat itulah yang dinamakan titik-titik dan
kutub-kutub pertumbuhan. Dari titik-titik dan kutub-kutub pertumbuhan itulah
pembangunan akan menyebar melalui berbagai saluran dan mempunyai akibat akhir
yang berlainan pada perekonomian secara keseluruhan.
Mengingat
pengamatan diatas teori ini menyarankan keperluan untuk memusatkan investasi
dalam sejumlah sektor kecil sebagia sektor kunci di beberapa tempat tertentu.
Dalam memusatkan usaha pada sejumlah sektor dan tempat yang kecil diharapkan
pembangunan akan menjalar pad sektor lain pada seluruh wilayah, dengan demikian
sumber-sumber material dan manusiawi yang digunakan dapat dimanfaatkan lebih
baik dan lebih efisien. Jadi pada dasarnya teori kutub pertumbuhan menerangkan
akibat dari sekelompok kesatuan-kesatuan yang memimpin atau karena polarisasi.
2.2.3 Konsep-konsep
Pusat Pengembangan
Teori tem,pat
sentral telah melandasi dikembangkannya Teori Kutub Pertumbuhan. Teori Kutub
Pertumbuhan menekankan pada dinamisme dan aglomerasi industri-industri,
sehingga memungkinkan kebijakan secara simultan, yaitu yang utama adalah
pemilihan pusat-pusat modal yang dominan dan disamping itu mendesntralisasikan
kegiatan-kegiatan ekonomi.
Mirdal menekankan
analisanya pada faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya ketidakseimbangan di
berbagai daerah dan negara yaitu backwash effects adalah lebih kuat dari faktor
yang menimbulkan spreed effects.
Hirchman
sependapat dengan pandangan Peurrox dan Mirdal, ia berpendapat bahwa :
“Kemajuan ekonomi
tidak terjadi pada waktu yang sama diberbagai daerah dan apabila di suatu
daerah terjadi pembangunan terdapat daya tarik yang kuat yang akan menciptakan
konsentrasi pembangunan ekonomi di sekitar daerah dimana pembangunan bermula.”(Sadono
Sukirno, 1976).
Boudeville
mendefinisikan Kutub Pertumbuhan wilayah sebagai seperangkat industri-industri
sedang berkembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong
perkembangan ekonomi lebih lanjut melalui wilayah pengaruhnya.
2.2.4 Konsep Teori Gravitasi, Indeks Aksesibilitas
dan Indeks Williamson.
Dalam analisa
gratvitasi, daerah dianggap sebagai suatu massa. Hubungan antara daerah
dipersamakan dengan hubungan antara masa-masa wilayah yang mempunyai daya
tarik, sehingga saling mempengaruhi antara daerah sebagai perwujudan kekuatan
tarik menarik antar daerah (Warpani Suwardjoko, 1984). Rumus gavitasi yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Pi . Pj
Tij = k --------
dij2
Dimana :
Tij = kekuatan gravitasional antara kota I dan
kota j
K = konstata
Pi = jumlah penduduk di kota I
Pj = jumlah penduduk di kota j
dij = jarak fisik
antara kota I dan kota j
Analisa indek
Williamson digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan daerah
selama proses pembangunan. Untuk mengukur disparitas pendapatan dapat digunakan
ukuran ketimpangan regional dari J.G.
Williamson sebagai berikut :
Öå(Yi – Y) .fi/n
Vw =
----------------------------
Y
Dimana :
Vw = ketimpangan
pendapatan
Yi = pendapatan
perkapita di sub daerah regional
Y = pendapatan perkapita
nasional
fi = jumlah penduduk
di sub daerah regional
n = jumlah penduduk nasional
2.3
Konsep Pertumbuhan Wilayah Kota
Kota diartikan
sebagai suatu sistem jaringan kehidupan
manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan
strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang matrealistis, atau dapat pula diartikan
sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami
dengan gejala pemusatan penduduk daerah belakangnya. Beberapa aspek kehidupan
di kota antara lain aspek sosial sebagai pusat pendidikan, pusat kegiatan
ekonomi , dan pusat pemerintahan. Ditinjau dari hirarki tempat, kota itu
memiliki tingkat atau rangking yang tertinggi, walaupun demikian menurut
sejarah perkembangannya kota itu berasal dari tempat-tempat pemukiman
sederhana.
Salah satu permasalahan
di kota –kota besar di Indonesia adalah tingginya urbanisasi. Pertambahan
urbanisasi ini dapat diindikasikan dengan adanya laju pertumbuhan penduduk yang
pesat. Hal ini mempunyai implikasi terhadap pertambahan jumlah angkatan kerja
sebagai awal terjadinya proses urbanisasi.
Pertumbuhan
kota selain disebabkan oleh urbanisasi juga dapat dipengaruhi dengan laju
pembangunan suatu kota yang terencana
untuk mewujudkan arah pertumbuhan kota yang dilakukan secara sadar oleh suatu
bangsa, negara, dan pemerintahan menuju modernitas dalam rangka pembinaan
bangsa. Hal ini dimaksudkan agar kota tesebut tumbuh menurut arah dan fungsinya
yang integral dengan pembangunan regional dan nasional.
Pada
hakekatnya prinsip tujuan perencanaan pembangunan kota adalah usaha menciptakan
kesejahteraan penghuninya melalui penciptaan lingkungan pemukiman yang ‘’habitable” dengan sarana penghidupannya
melalui rangkaian tindakan pendayagunaan fungsi alam (tanah), atas dasar
keseimbangan hubungan antara manusia dan alamnya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh datayang di butuhkan dalam
penelitian ini, penulis melekukan penelitian pada pusat perbelanjaan Mall
Tatura Palu yang berlokasi di jalan Emi
Saelan, Palu Sulawesi Tengah .
3.2
Konsep Keruangan dan Kewilayahan Mall Tatura Palu
Penentuan
penetapan wilayah dan ruang pada sebuah pusat perbelanjaan di dasarkan pada
berbagai faktor vital, di antaranya seperti, Nilai sewa lahan, Orientasi pasar,
Tingkat keramaian, kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan berbagai hal lainnya
yang di gunakan sebagai penentu kebijakan.
Tak dapat di elakan lagi,
bahwa adanya ruang ( Space )
merupakan parasyarat pembangunan pada setiap wilayah. Terlebih untuk sebuah
wilayah berkembang yang masi memerlukan pembangunan sebagai bentuk dari
peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Aspek ruang dan wilayah
dalam pembangunan selalu menjadi perhatian serius, yang di harapkan tidak
memberikan dampak buruk bagi wilayah sekitar.
Dalam kasusu ini, konsep
kewilayahan yang di terapkan oleh pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura
Palu berorintasi pada pusat pasar dan pemukiman, yang memungkinkan adanya
bauran antara Pasar dan Pemukiman. Penempatan pembangunan yang berarea pada
wialayah padat pemukiman dan pusta perbelanjaan, meberikan dampak pada
penyempitan ruang yang cukup menonjol.
3.3
Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mall Tatura Palu
Menurut
Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008: 290),
dampak adalah pengaruh kuat
yang mendatangkan akibat,
baik akibat negatif
maupun akibat positif. Berbagai
dampak yang timbul dari pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu, baik
dari segi keruangan dan wilayah, lingkungan, social dan ekonomi. Dampak yang
timbul dari itu dapat berupa dampak postif dan juga negative yang akan penulis
uraikan menurut hasil dari penelitian yang di adakan penulis.
3.3.1
Dampak Positif
Berbagai dampak positif yang
di hasilkan dari pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu di antaranya
sebagai berikut :
1.
Pembangunan
pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu dapat menyerap tenaga kerja yang cukup
banyak , berkisar sekitar 153 orang yang 70% berasal dari kota palu , dan
sisanya berasal dari berbagai daerah di antaranya, Panti timur/barat Wani, Pantoloan, Kulawi, Donggala sampai
Makassar.
2.
Memberikan
sumbangsi pada pendapatan daerah, yang berasal dari pajak bangunan, dan reklame
, yang pada akhirnya membantu pemerintah dalam pembiayan pembangunannya.
3.
Membantu
pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran khususnya di kota palu.
4.
Memberikan
efek Top-Down pada usaha – usaha kecil di sekitarnya.
5.
Menyediakan
sarana belanja yang baik, dan nyaman sehingga mendorong peningkatan konsumsi
masyarakat . Menurut teori ekonomi , konsumsi masyarakat akan mendorong
permintaan agregate barang yang pada akhirnya mendoron kegiatan produksi.
3.3.2
Dampak Negatif
Berbagai dampak negative
yang di hasilkan dari pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu di
antaranya sebagai berikut :
1. Konsep tata ruang wilayah menutup pasar tradisional
masomba meskipun tak ada dampak yang signifikan , tetapi memungkinkan
berkurangnya pendapatan pedagang di pasar tradisional tersebut.
2. Adanya pembangunan pusat perbelanjaan mall tatura palu
mempersempit ruang dan wilayah sekitar serta persempit ruas jalan sementara
volume kendaraan semakin meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang terus
bertambah.
3. Memungkinkan dengan adanya mall tatura palu dapat
mengurangi peluang usaha pedagang sekitar khususnya, yang bergerak di bidang
penyediaan bahan pokok.
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Pembangunan
regional adalah bagian yang integral dalam pembangunan nasional. Karena itu diharapkan
bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat
regional. Untuk mencapai keseimbangan regional terutama dalam perkembangan
ekonominya maka diperlukan beberapa kebijaksanaan dan program pembangunan
daerah yang mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan.
Konsep kewilayahan yang di
terapkan oleh pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu berorintasi pada
pusat pasar dan pemukiman, yang memungkinkan adanya bauran antara Pasar dan
Pemukiman. Dari pembangunan Mall Tatura Palu, memberikan berbagai
dampak positif maupun negative.
4.2
Saran
Pembangunan
berbasis kewilayahan,
tata ruang dengan memperhatikan lingkungan sosial ekonomi
masyarakat sangat penting, untuk menjaga keberlanjutan budaya lokal masyarakat.
Selain itu, pembangunan pusat perbelanjaan modern, harus memperhatikan
unit-unit usaha tradisional lainnya unutk menjaga kebelanjutan usaha masyarakat
lokal yang ada di wilayah sekitar.
Perhatian
ini sangat di
perlukan dalam setiap rencana pembangunan.
Sehingganya penulis
mengharapkan agar hal ini dapat di perhatikan oleh setiap pemegang kebijakan.
Daftar
Pustaka
Adisasmita, Rahardjo, 2008,
“Pengembangan Wilayah : Konsep dan Teori”, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Basri, Faisal dan Haris Munandar,
2009, “Laskap Ekonomi Indonesia : Kajian dan Renungan terhadap Masalah-masalah
Struktural, Tranformasi Baru dan Prospek Perekonomian Indonesia”, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta.
Rijanta, R., dkk, 2005, “Ilmu Wilayah
(GPW 1102)”, bahan kuliah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Rustiadi, Ernan, dkk, 2007,
“Perencanaan dan Pengembangan Wilayah”, Crestpent Press, P4W-LPPM IPB, Bogor.
Sajfrizal, 2012 , “ Ekonomi Wilayah
Dan Perkotaan “ PT.Raja Garafindo Persada, Depok
No comments:
Post a Comment