A.
Defenisi Umum Perencanaan Pembangunan
Menurut Riyadi dan
Bratakusumah (2004 : 7), perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai :
Suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang
didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan
untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas kemasyarakatan, baik yang
bersifat fisik (material) maupun nonfisik (mental dan spiritual) dalam rangka
mencapai tujuan yang lebih baik”.
Berikut defenisiperencanaan
pembangunan menurut para ahli:
- Brobowski (1964): Perencanaan adalah suatu himpunan dari keputusan akhir, keputusan awal dan proyeksi ke depan yang konsisten dan mencakup beberapa periode waktu, dan tujuan utamanya adalah untuk mempengaruhi seluruh perekonomian di suatu negara.
- Waterston (1965): Perencanaan adalah usaha sadar, terorganisasi dan terus menerus guna memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu
- Conyers dan Hills (1984): Perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang
- M.T. Todaro (2000): Perencanaan Ekonomi adalah upaya pemerintah secara sengaja untuk mengkoordinir pengambilan keputusan ekonomi dalam jangka panjang serta mempengaruhi, mengatur dan dalam beberapa hal mengontrol tingkat dan laju pertumbuhan berbagai variabel ekonomi yang utama untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditentukan sebelumny
- Jhingan : Perencanaan adalah teknik/cara untuk mencapai tujuan, untuk mewujudkan maksud dan sasaran tertentu yang telah ditentukan sebelumnya dan telah dirumuskan denan baik oleh Badan Perencana Pusat. Tujuan tersebut mungkin untuk mencapai sasaran sosial, politik atau lainnya.
Istilah “perencanaan pembangunan”,
khususnya pembangunan ekonomi, sudah biasa terdengardalam pembicaraan
sehari-hari. Akan tetapi, “perencanaan” diartikan berbeda-beda dalam buku yang
berbeda. Menurut Conyers & Hills (1994)
mendefinisikan “perencanaan” sebagai ”suatu proses yang bersinambungan”, yang
mencakup “keputusan-keputusan ataupilihan-pilihan berbagai aiternatif
penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang
akan datang.“
B.
Konsep Perencanaan Pembangunan ( Bottom
Up dan Top Down)
Ilustrasi Perencanaan merupakan
tindakan untuk menentukan masa depan. Dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pasal 1 disebutkan perencanaan
adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui
urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan
adalah meletakkan tujuan-tujuan dalam jadwal waktu atau program pekerjaan untuk
mendapat hasil yang optimal. Oleh karena itu perencanaan merupakan sebuah
keniscayaan, keharusan dan kebutuhan. Perencanaan itu sendiri berfungsi sebagai
penuntun arah, meminimalisasi ketidakpastian, minimalisasi infesiensi sumber
daya, penetapan standard dan pengawasan kualitas.
Proses perencanaan merupakan suatu prosedur dan
tahapan dari perencanaan itu dilaksanakan.Secara hierarki, prosedur perencanaan
itu dilakukan atas dasar prinsip Top-Down Planning, yaitu proses perencanaan
yang dilakukan oleh pemimpin tertinggi suatu organisasi kemudian atas dasar
keputusan tersebut dibuat suatu perencanaan di tingkat yang lebih
rendah.Prinsip lainnya adalah lawan dari prinsip di atas yaitu Bottom-Up
Planning yang merupakan perencanaan yang awalnya dilakukan di tingkat yang
paling rendah dan selanjutnya disusun rencana organisasi di atasnya sampai
dengan tingkat pusat atas dasar rencana dari bawah.
1.
Perencanaan Pembangunan Bottom
Up
Proses perencanaan atau planning
adalah bagian dari daur kegiatan manajemen
yang terutama berhubungan dengan pengambilan keputusan (decision
making)untuk masa depan, baik jangka panjang maupun jangka pendek,
sehubungan dengan pokok pertanyaan: apa, siapa, bagaimana, kapan, di mana, dan
berapa, baik sehubungan dengan lembaga yang dimanajemeni maupun usaha-usahanya.
Proses perencanaan dapat dilaksanakan
menyeluruh, misalnya dalam perencanaan korporat, perencanaan strategis, atau perencanaan jangka
panjang. Bisa juga dilakukan per divisi atau unit bisnis stategis
menjadi rencana divisi atau anak perusahaan
tertentu di dalam suatu korporasi yang lebih besar. Bisa juga dilakukan per
fungsi baik di dalam korporasi, di dalam divisi maupun unit bisnis individual,
misalnya rencana fungsi pemasaran, rencana fungsi keuangan,
rencana fungsi produksi
dan distribusi,
dan rencana fungsi personalia. Bagaimana pun
lingkup perencanaan yang dilakukan, pokok pertanyaan yang dipikirkan sama saja:
apa, siapa, bagaimana, kapan, di mana, dan berapa. Perbedaannya menyangkut
metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Saalah satu
proses atau rencana perencanaan yang sering dilakukan dalam melakukan rencana
pembangunan adalah dengan menggunakan sistem pembangunan yang bersifat Button
Up. Button Up Planning adalah perencanaan yang dibuat berdasarkan kebutuhan,
keinginan dan permasalahan yang dihadapi oleh bawahan bersama-sama dengan
atasan menetapkan kebijakan atau pengambilan keputusan dan atasan juga
berfungsi sebagai fasilitator. Sedangkan dalam pengertian dibidang pemerintahan,
button up planning atau perencanaan bawah adalah perencanaan yang disusun
berdasarkan kebutuhan mereka sendiri dan pemerintah hanya sebagai fasilitator.
Dari bawah ke atas (bottom-up).
Pendekatan ini merupakan upaya melibatkan semua pihak sejak awal, sehingga
setiap keputusan yang diambil dalam perencanaan adalah keputusan mereka
bersama, dan mendorong keterlibatan dan komitmen sepenuhnya untuk
melaksanakannya. Kelemahannya memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk
perencanaan. Diperlukan pengembangan budaya perusahaan yang sesuai.
Maka
dapat disimpulkan, pendekatan perencanaan pembangunan Buttom-Up Planning adalah perencanaan yang dibuat
berdasarkan kebutuhan, keinginan dan permasalahan yang dihadapi oleh bawahan
bersama-sama dengan atasan menetapkan kebijakan atau pengambilan keputusan dan
atasan juga berfungsi sebagai fasilitator. Sedangkan dalam pengertian dibidang
pemerintahan, bottom-up planning atau perencanaan bawah adalah
perencanaan yang disusun berdasarkan kebutuhan mereka sendiri dan pemerintah
hanya sebagai fasilitator.
1.1 Konsep
Partisipatif
Dalam Proses Pembangunan Botton-Up
Salah satu
pola pendekatan perencanaan pembangunan yang kini sedang dikembangkan adalah
perencanaan pembangunan partisipatif. Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta sejak
tahun 2001 telah mencoba melakukan perencanaan pembangunan partisipatif didalam
kerangka menggali aspirasi yang berkembang di masyarakat melalui musyawarah
tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan dan kota. Sebuah langkah positif yang
patut dikembangkan lebih lanjut, apalagi hal seperti itu masih dalam taraf
pembelajaran yang tentu saja disana-sini masih terdapat kelemahan baik dalam
tataran konsep maupun implementasinya di masyarakat.
Perencanaan
pembangunan partisipatif merupakan pola pendekatan perencanaan pembangunan yang
melibatkan peran serta masyarakat pada umumnya bukan saja sebagai obyek tetapi
sekaligus sebagai subyek pembangunan, sehingga nuansa yang dikembangkan dalam
perencanaan pembangunan benar-benar dari bawah (bottom-up approach).
Nampaknya mudah dan indah kedengarannya, tetapi jelas tidak mudah
implementasinya karena banyak factor yang perlu dipertimbangkan, termasuk
bagaimana sosialisasi konsep itu di tengah-tengah masyarakat.
Meskipun
demikian, perencanaan pembangunan yang melibatkan semua unsur / komponen yang
ada dalam masyarakat tanpa membeda-bedakan ras, golongan, agama, status sosial,
pendidikan, tersebut paling tidak merupakan langkah positif yang patut untuk
dicermati dan dikembangkan secara berkesinambungan baik dalam tataran wacana
pemikiran maupun dalam tataran implementasinya di tengah-tengah masyarakat.
Sekaligus, pendekatan baru dalam perencanaan pembangunan ini yang membedakan
dengan pola-pola pendekatan perencanaan pembangunan sebelumnya yang cenderung
sentralistik.
Nah, dengan
era otonomi daerah yang tengah dikembangkan di tengah-tengah masyarakat dengan
asas desentralisasi ini diharapkan kesejahteraan masyarakat dalam pengertian
yang luas menjadi semakin baik dan meningkat. Lagipula, pola pendekatan
perencanaan pembangunan ini sekaligus menjadi wahana pembelajaran demokrasi
yang sangat baik bagi masyarakat. Hal ini tercermin bagaimana masyarakat secara
menyeluruh mampu melakukan proses demokratisasi yang baik melalui forum-forum
musyawarah yang melibatkan semua unsur warga masyarakat mulai dari level RT
(Rukun Tetangga), RW (Rukun Warga), Kelurahan, Kecamatan, sampai Kota.
2.
Perencanaan Pembangunan Top Down.
Perencanaan
dari atas ke bawah ( Top Down) adalah
pendekatan perencanaan yang menerapkan cara penjabaran rencana induk ke dalam
rencana rinci. Rencana rinci yang berada di "bawah" adalah penjabaran
rencana induk yang berada di "atas". Pendekatan perencanaan sektoral
acapkali ditunjuk sebagai pendekatan perencanaan dari atas ke bawah, karena
target yang ditentukan secara nasional dijabarkan ke dalam rencana kegiatan di
berbagai daerah di seluruh Indonesia yang mengacu kepada pencapaian target
nasional tersebut. Pada tahap awal pembangunan, pendekatan perencanaan ini
lebih dominan, terutama karena masih serba terbatasnya sumber daya pembangunan
yang tersedia.
Pendekatan top-down planning, adalah pendekatan
pembangunan di mana penentuan keputusan tidak menampung semua aspirasi elemen
di kelompok, tetapi hanya mementingkan keputusan bagian tertentu dalam
kelompok. Top-down planning merupakan model perencanaan yang dilakukan
dari atasan yang ditujukan kepada bawahannya dimana yang mengambil keputusan
adalah atasan sedangkan bawahan hanya sebagai pelaksana saja. Dalam pengertian
lain terkait dengan pemerintahan, perencanaan top-down planning atau
perencanaan atas adalah perencanaan yang dibuat oleh pemerintah ditujukan
kepada masyarakat dimana masyarakat sebagai pelaksana saja.
Tidak ada satupun yang menyangkal bahwa metode top down
yang diterapkan diera orde baru
menghasilkan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang menakjubkan secara
presentase. Akan tetapi sayangnya
kemajuan ini tidak diikuti oleh kemajuan bidang-bidang sosial yang lain
sehingga muncullah ketimpangan pembangunan. Ketimpangan pembangunan dibeberapa
daerah terjadi bukan karena kesalahan konsep, tetapi ketidakmampuan sistem
pelaksanaan dalam menterjemahkan konsep tersebut ke dalam program operasional
yang mantap. Ketidakmampuan ini bisa diakibatkan oleh rendahnya kemampuan
teknis aparat pelaksana, bisa juga karena ketidakcocokan (rasionalisasi
penerapan) antara program yang dibuat Pemerintah Pusat dengan kondisi daerah
dan keinginan masyarakat, sebab masyarakat setempat tidak diberi kesempatan
untuk terlibat pada penyusunan konsef atau tidak berdaya mempengaruhi atau
merencanakan masa depan mereka. Hal tersebut menjadikan masyarakat menjadi
apatis terhadap pembangunan, masyarakat merasa tidak berkepentingan dengan
pembangunan yang pada akhirnya hal tersebut mengakibatkan permasalahan bagi
pemerintah.
C.
Perbedaan Mendasar Dari Perencanaan Bottom
Up dan Top Down.
Dalam suatu proses perencanaan pembangunan dibutuhkan suatu
pendekatan perencanaan yang digunakan sebagai pengambil keputusan serta
menunjukkan bagaimana proses perencanaan tersebut dilakukan hingga muncul suatu
pengambilan keputusan pada produk rencana. Pendekatan perencanaan yang dimaksud
adalah pendekatan secara top-down atau bottom-up.
Secara konseptual, terdapat perbedaan yang cukup mendasar dari
kedua tipe perencanaan pembangunan ini, seperti berikut:
Tabel.1
PERBEDAAN PERENCANAAN BOTTOM UP DAN TOP DOWN
|
|
Top
Down
|
Botton
Up
|
Top down planning adalah model perencanaan yang
dilakukan dari atasan yang ditujukan kepada bawahannya dimana yang mengambil
keputusan adalah atasan sedangkan bawahan hanya sebagai pelaksana saja. Dalam
pengertian lain terkait dengan pemerintahan, perencanaan top down planning
atau perencanaan atas adalah perencanaan yang dibuatoleh pemerintah ditujukan
kepada masyarakat dimana masyarakat sebagai pelaksana saja.
Dari atas ke bawah (top-down). Pendekatan ini
mendesak bagian bawah bekerja sesuai kemauan atasan di dalam perencanaan
tanpa memedulikan situasi nyata bagian bawah. Waktu perencanaan bisa sangat
pendek, tetapi ada banyak hal yang terlewatkan karena sempitnya forum
informasi dan komunikasi. Biasanya menimbulkan kepatuhan yang terpaksa namun
untuk sementara waktu efektif.
|
Button
Up Planning adalah perencanaan yang dibuat berdasarkan kebutuhan, keinginan
dan permasalahan yang dihadapi oleh bawahan bersama-sama dengan atasan
menetapkan kebijakan atau pengambilan keputusan dan atasan juga berfungsi
sebagai fasilitator. Sedangkan dalam pengertian dibidang pemerintahan, button
up planning atau perencanaan bawah adalah perencanaan yang disusun
berdasarkan kebutuhan mereka sendiri dan pemerintah hanya sebagai
fasilitator.
Dari
bawah ke atas (bottom-up). Pendekatan ini merupakan upaya melibatkan semua
pihak sejak awal, sehingga setiap keputusan yang diambil dalam perencanaan
adalah keputusan mereka bersama, dan mendorong keterlibatan dan komitmen
sepenuhnya untuk melaksanakannya. Kelemahannya memerlukan banyak waktu dan
tenaga untuk perencanaan. Diperlukan pengembangan budaya perusahaan yang sesuai.
|
Di dalam implementasinya tidak
terdapat lagi penerapan penuh pendekatan dari atas ke bawah. Beberapa
pertimbangan, misalnya ketersediaan tabungan pemerintah sebagai sumber
pembiayaan pembangunan dan kepentingan sektoral nasional, masih menuntut
penerapan pendekatan dari atas ke bawah. Namun, kini pendekatan tersebut tidak
lagi sepenuhnya dijalankan karena proses perencanaan rinci menuntut peran serta
masyarakat. Untuk itu, diupayakan untuk memadukan pendekatan perencanaan dari
atas ke bawah dengan perencanaan dari bawah ke atas. Secara operasional
pendekatan perencanaan tersebut ditempuh melalui mekanisme yang disebut Pedoman
Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D) dengan
memanfaatkan forum-forum Musyawarah Pembangunan (Musbang) Desa, Musbang
Kecamatan, Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) Dati II, Rakorbang Dati I,
Konsultasi Regional Pembangunan (Konregbang), yaitu Dati I sepulau/kawasan, dan
puncaknya terjadi pada Konsultasi Nasional Pembangunan (Konasbang). Di setiap
tingkat diupayakan untuk mengadakan koordinasi perencanaan sektoral dan
regional. Usulan atau masalah yang lintas wilayah atau lintas sektoral yang
tidak dapat diselesaikan di suatu tingkat dibawa ke tingkat di atasnya. Proses
berjenjang ini diharapkan dapat mempertajam analisis di berbagai tingkat forum
konsultasi perencanaan pembangunan tersebut. Dengan demikian, perencanaan dari
"atas ke bawah" yang memberikan gambaran tentang perkiraan-perkiraan
dan kemungkinan-kemungkinan yang ada diinformasikan secara berjenjang, sehingga
proses perencanaan dari "bawah ke atas" diharapkan sejalan dengan
yang ditunjukkan dari "atas ke bawah".
Pada bagan berikut ditunjukkan
bagaimana mekanisme perencanaan dengan pendekatan dari bawah ke atas.
Pemrosesan usulan kegiatan atau proyek dari instansi sektoral yaitu Kantor
Departemen (Kandep) di Dati II dan Kantor Wilayah (Kanwil)/perwakilan
departemen/lembaga di Dati I dikonsultasikan dalam forum konsultasi pembangunan
sehingga diharapkan visi atau kepentingan daerah sudah terwakili dalam usulan
tersebut. Upaya-upaya untuk mengakomodasikan kebutuhan dunia usaha telah
diefektifkan dalam rapat koordinasi penanaman modal di Dati I (RKPPMD I).
Dengan demikian, forum Rakorbang Dati I menjadi ajang pertemuan pembahasan
antara kebutuhan masyarakat, dunia usaha, dan perencanaan sektoral.
D.
Kelemahan
dan Kelebihan dari Beberapa Jenis Perencanaan
Adanya pertumbuhan penduduk menentukan adanya perubahan
struktur masyarakat. Dengan adanya konflik juga dapat menimbulkan perubahan
struktur masyarakat dimana dalam membuat perubahan yang terencana kita harus
memebuat peren canaan terlebih dahulu.
Beberapa
jenis dari perencanaan adalah sebagai berikut:
- Perencanaan dengan sistem “TOP DOWN PLANNING” artinya adalah perencanaan yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan sebagai pemberi gagasan awal serta pemerintah berperan lebih dominan dalam mengatur jalannya program yang berwal dari perencaan hingga proses evaluasi, dimana peran masyarakat tidak begitu berpengaruh.
- Perencanaan dengan sistem “BOTTOM UP PLANNGING” artinya adalah perencanaan yang dilakukan diaman masyarakat lebih berperan dalam hal pemberian gagasan awal sampai dengan mengevaluasi program yang telah dilaksanakan sedangkan pemerintah pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam suatu jalannya program.
- Perencaan dengan sistem gabungan dari kedua sistem diatas adalah perencaan yang disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat dan program yang diinginkan oleh masyarakat yang merupakan kesepakatan bersama antara pemerintah dan juga masyarakat sehingga peran antar satu dan keduanya saling berkaitan.
Adapun
kelemahan dari tipe “TOP DOWN PLANNING” adalah :
- Masyarakat tidak bisa berperan lebih aktif dikarenakan peran pemerintah yang lebih dominan bila dibanding peran dari masyarakat itu sendiri.
- Masyarakat tidak bisa melihat sebarapa jauh suatu program telah dilaksanakan.
- Peran masyarakat hanya sebagai penerima keputusan atau hasil dari suatu program tanpa mengetahui jalannya proses pembentukan program tersebut dari awal hingga akhir.
- Tujuan utama dari program tersebut yang hendaknya akan dikirimkan kepada masyarakat tidak terwujud dikarenakan pemerintah pusat tidak begitu memahami hal-hal yang diperlukan oleh masyarakat.
- Masyarakat akan merasa terabaikan karena suara mereka tidak begitu diperhitungkan dalam proses berjalannya suatu proses.
- Masyarakat menjadi kurang kreatif dengan ide-ide mereka.
Kelebihan
dari sistem ini adalah
- Masyarakat tidak perlu bekerja serta memberi masukan program tersebut sudah dapat berjalan sendiri karena adanya peran pemerintah yang optimal.
- Hasil yang dikeluarkan bisa optimal dikarenakan biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh pemerintah.
- Mengoptimalkan kinerja para pekerja dipemerintahan dalam menyelenggarakan suatu program.
Kelebihan
dari sistem “BOTTOM UP PLANNING” adalah
- Peran masyarakat dapat optimal dalam memberikan masukan atau ide-ide kepada pemerintah dalam menjalakan suatu program.
- Tujuan yang diinginkan oleh masyarakat akan dapat berjalan sesuai dengan keinginan masyrakat karena ide-idenya berasal dari masyarakat itu sendiri sehingga masayarakat bisa melihat apa yang diperlukan dan apa yang diinginkan.
- Pemerintah tidak perlu bekerja secara optimal dikarenakan ada peran masyarakat lebih banyak.
- Masyarakat akan lebih kreatif dalam mengeluarkan ide-ide yang yang akan digunakan dalam suatu jalannya proses suatu program.
Kelemahan
dari sistem “BOTTOM UP PLANNING” adalah
- Pemerintah akan tidak begitu berharga karena perannya tidak begitu besar.
- Hasil dari suatu program tersebut belum tentu biak karena adanya perbadaan tingkat pendidikan dan bisa dikatakn cukup rendah bila dibanding para pegawai pemerintahan.
- Hubungan masyarakat dengan pemerintah tidak akan berlan lebih baik karena adanya silih faham atau munculnya ide-ide yang berbeda dan akan menyebabkan kerancuan bahkan salah faham antara masyarakat dengan pemerintah dikarenakan kurang jelasnya masing-masing tugas dari pemerintah dan juga masyarakat.
Bila dilihat dari kekurangan serta kelebihan yang dimiliki
oleh masing-masing sistem tersebut maka sitem yang dianggap paling baik adalah
suatu sistem gabungan dari kedua janis sistem tersebut karena banyak sekali
kelebihan yang terdapat didalamya antara lain adalah selain masyarakat mampu
berkreasi dalam mengembangkan ide-ide mereka sehingga mampu berjalan beriringan
bersama dengan pemerintah sesuai dengan tujuan utama yang diinginkan dalam
mencapai kesuksesan dalam menjalankan suatu program tersebut.
E.
Peran
Perencana pada Pembangunan yang Memiliki Pendekatan TOP-DOWN dan BOTTOM-UP
PLANNING
Dalam suatu perencanaan terdapat
beberapa pihak yang terlibat suatu produk rencana tersebut, baik terlibat
secara langsung ataupun tak langsung tergantung pendekatan perencanaan yang
dianut. Pihak-pihak terkait tersebut adalah pemerintah, swasta, masyarakat, dan
perencana. Pada pendekatan top-down
planning di mana pemerintah yang memiliki andil terbesar dan mutlak
sehingga dalam hal ini peran dari perencana pun tidak memiliki pengaruh yang
besar karena di sini perencana hanya mengikuti apa yang menjadi permintaan dari
pemerintah. Dalam pendekatan top-down ini semua keputusan berada di tangan
pemerintah sedangkan masyarakat hanya sebagai objek dari suatu perencanaan
tanpa ikut campur tangan dalam perencanaan.
Pada hakikatnya penataan ruang merupakan
sebuah upaya membuat rencana untuk kepentingan masyarakat. Untuk itu langkah ke
depan selanjutnya adalah bagaimana membuat masyarakat menjadi bagian dari
proses perencanaan. Melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan termasuk
salah satu metode pendekatan bottom-up planning. Dalam hal ini perencana memiliki peran
sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat. Kali ini perencana memiliki
tugas memberdayakan dalam bidang tata ruang. Melakukan perencanaan atas
kepentingan masyarakat sejatinya seiring dan sejalan dengan melakukan
perencanaan bersama masyarakat. Menjadikan masyarakat sebagai bagian dari
proses perencanaan dan perencanaan bagian dari proses bermasyarakat.
Dalam upaya pengembangan wilayah dan pembangunan kota secara
bottom-up, peran pemerintah akan lebih ditekankan pada penyiapan
pedoman, norma, standar dan peraturan, pengembangan informasi dan teknologi,
perumusan kebijakan dan strategi nasional. Sementara disisi lain, masyarakat
semakin dituntut untuk mengenali permasalahan wilayah dan kota dan pemecahan
yang inovatif yang tidak lagi tergantung pada pemerintah, meskipun pemerintah
masih mempunyai kewajiban membantu dalam pembangunan wilayah. Seorang perencana
pada akhirnya harus dapat menjadi seorang komunikator dalam proses politik yang
terjadi, untuk mengkomunikasi kepentingan berbagai pihak.
F.
Proses Perencanaan Top-Down dan
Bottom-Up
Proses top-down
versus bottom-up lebih mencerminkan proses perencanaan di dalam
pemerintahan yaitu dari lembaga/departemen dan daerah ke pemerintah Pusat.
Lembaga/departemen/daerah menyusun rencana pembangunan sesuai dengan wewenang
dan fungsinya. Proses top-down dan bottom-up ini dilaksanakan
dengan tujuan antara lain menyelaraskan program-program untuk menjamin adanya
sinergi/konvergensi dari semua kegiatan pemerintah dan masyarakat. Penyelarasan
rencana-rencana lembaga pemerintah dilaksanakan melalui musywarah perencanaan
yang dilaksanakan baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota.
Dalam sistem
perencanaan nasional, pertemuan antara perencanaan yang bersifat top-down
dan bottom-up diwadahi dalam musyawarah perencanaan. Dimana
perencanaan makro yang dirancang pemerintah pusat disempurnakan dengan
memperhatikan masukan dari semua stakeholders dan selanjutnya digunakan
sebagai pedoman bagi daerah-daerah dan lembaga-lembaga pemerintah menyusun
rencana kerja.
Referensi dari mana gan?
ReplyDeletev
ReplyDelete