Tuesday 17 June 2014

LAPORAN PENELITIAN REGIONAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kebijakan pembangunan wilayah pada dasarnya merupakan keputusan dan intervensi pemerintah, baik secara nasional maupun regional untuk mendorong proses pembangunan daerah secara keseluruhan. Analisis ini sangat penting artinya dalam rangka menerapkan teori dan konsep yang ada untuk memepercepat pertumbuhan ekonomi daerah meningkatkan penydiaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan pada wilayah – wilayah terbelakang. Semua itu di perlukan untuk peningkatan proses pembangunan daerah dan sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya, integrasi lokasi dan ruang menjadi lebih penting dalam melakukan pembangunan lokasi perkotaan dimana kita di hadapkan oleh ketersediaan lahan yang terbatas dengan ertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dengan cepatnya. Dalm situasi ini, efisiensi penggunaan lahan, pengaturan lokasi dan tata ruang akan menjadi sangat penting. Maka dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat aspek kewilayahan dan tata ruang wilayah serta dampak ekonomi yang akan timbul dari pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu.

1.2 Masalah Pokok
            Berkaitan dengan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka masalah pokok dalam penulisan ini adalah :
1.      Bagaimanakah Konsep Kewilyahan dan Keruangan Mall Tatura Palu ?
2.      Apkah ada dampak yang di timbulkan dari pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
            Ada pun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang :
1.      Konsep Kewilyahan dan Keruangan Mall Tatura Palu ?
2.      Dampak yang di timbulkan dari pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu ?
Ada pun manfaat dari penulisan ini sebagai berikut:
1.      Diharapkan dapat menjadi masukkan bagi para penentu kebijakan dalam merencanakan dan mengarahkan pertumbuhan perekonomian di masa yang akan datang .
2.      Sebagai bahan informasi bagi penulis dan para pembaca pada umumnya mengenai pola tata uang pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu .
3.      Sebagai bahan referensi bagi yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai obyek ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1        Pengertian Umum Konsep Kewilayahan dan Keruangan
Pembangunan regional adalah bagian yang integral dalam pembangunan nasional. Karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat regional. Untuk mencapai keseimbangan regional terutama dalam perkembangan ekonominya maka diperlukan beberapa kebijaksanaan dan program pembangunan daerah yang mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan.
2.1.1  Kewilayahan
Ada beberapa pengertian wilayah atau kewilayahan yang terkait aspek keruangan yang harus dipahami terlebih dahulu. Konsep wilayah dalam proses penataan ruang harus meliputi konsep ruang sebagai ruang wilayah ekonomi, ruang wilayah social budaya, ruang wilayah ekologi, dan ruang wilayah politik. Wilayah itu sendiri adalah batasan geografis (deliniasi yang dibatasi oleh koordinat geografis) yang mempunyai pengertian/maksud tertentu atau sesuai dengan fungsi pengamatan tertentu.
Wilayah dapat dilihat sebagai suatu ruang pada permukaan bumi. Pengertian permukaan bumi adalah menunjuk pada tempat atau lokasi yang dilihat secara horizontal dan vertikal. Jadi, di dalamnya termasuk apa yang ada pada permukaan bumi. Karena kita membicarakan ruang dalam kaitannya dengan kepentingan manusia, perlu dibuat batasan bahwa ruang pada permukaan bumi adalah sejauh manusia masih bisa menjangkaunya atau masih berguna bagi manusia.
Rustiadi, dkk, (2007) mencatat, jika diperhatikan sejarah perkembangannya, memang sudah lama ada upaya untuk mengangkat aspek-aspek wilayah dalam upaya memahami fenomena sosial maupun ekonomi. Dalam disiplin ilmu ekonomi (Nijkamp dan Mills, 1986), hal ini dapat dilihat misalnya dalam teori biaya komparatif (comparative cost theories) dan teori perdagangan internasional (international trade theories). Sebenarnya, cikal bakal ilmu kewilayahan telah melalui proses yang lama, seperti terlihat dalam buah karya von Thunen (1942) tentang teori lokasi pertanian, Alfred Weber pada tahun 1909 tentang teori lokasi industry, Andreas Predohl di tahun 1925 yang mencoba mencari titik temu antara teori lokasi dengan teori keseimbangan umum dalam ilmu ekonomi, Hotelling di tahun 1929 tentang teori keseimbangan umum, August Losch (1940) tentang teori ekonomi klasik khusus untuk aktivitas produksi barang-barang industri, dan masih banyak lagi. Perkembangan teori-teori kewilayahan tersebut dibahas secara lebih runtut dan detail dalam Isard (1956).
Walaupun demikian, ilmu kewilayahan baru diakui sebagai disiplin ilmu tersendiri oada sekitar pertengahan tahun 1950-an (Nijkamp dan Mills, 1986). Sejak itu, disiplin ilmu ini diterima secara luas sebagai kerangka analisis dalam mempelajari permasalahan lokasi dan alokasi dalam tatanan keruangan (geographical location-allocation problems). Pada awalnya, ilmu kewilayahan ini bersumber dari dua mazhab, yaitu regional economics (ekonomi wilayah) dan regional geography (geografi wilayah). Kalangan mazhab ekonomi wilayah, menganalisis keruangan dengan menganalogikan teori-teori ekonomi umum. Sebagai ilustrasi, hal ini terlihat pada permodelan dengan program linier (linier programming) untuk analisis transportasi, masalah substitusi ruang dalam teori-teori produksi neoklasik, analisis input-output antar wilayah dan sebagainya. Di lain pihak, kalangan mazhab geografi wilayah dalam penganalisaannya lebih mendasarkan pada sifat-sifat dasar keruangan secara geografis dan implikasinya terhadap evolusi spatio-temporal dari tatanan perekonomian yang kompleks. Sebagai ilustrasi, hal ini terlihat dalam permodelan pilihan diskrit (discrete choice models) untuk perilaku pemilihan ruang (spatial choice behavior), dan teori-teori evolusioner tentang inovasi dandinamika keruangan. Walaupun demikian, pada tahap selanjutnya ilmu wilayah menjadi suatu disiplin ilmu yang luas cakupannya meliputi masalah-masalah perkotaan, perdesaan dan hubungan antar keduanya, masalah transportasi, dan masalah sumberdaya alam. Oleh karenanya, suatu pendekatan terpadu yang dapat menyatukan antara pemahaman dari kedua mazhab tadi menjadi semakin dimungkinkan.
Di Indonesia, pada awalnya kajian tentang wilayah sudah dirilis oleh Sutami (1977) dengan mulai memperkenalkan kepada kalangan perencanaan pembangunan dan penentu kebijaksanaan tentang wilayah pembangunan. Walter Isard (1975) menjelaskan bahwa ilmu wilayah mencoba menanggapi hal-hal yang selama ini kurang dijelaskan dengan memuaskan oleh cabang ilmu-ilmu yang lain.
Untuk memenuhi kebutuhan ilmu-ilmu kewilayahan yang memasuki area kebijakan dan perencanaan, para ahli kewilayahan kemudian mengembangkan ilmu-ilmu yang lebih spesifik. Ilmu-ilmu kewilayahan yang dikembangkan tersebut seperti Perencanaan Wilayah (Regional Planning), Pembangunan Wilayah (Regional Development), Ekonomi Wilayah (Regional Economics) serta Perencanaan Kota (Urban Planning) dan Perencanaan Perdesaan (Rural Planning).
Ilmu wilayah/kewilayahan (regional science) merupakan ilmu yang relatif baru, pada awal perkembangannya ilmu wilayah muncul sebagai suatu kritik terhadap ilmu ekonomi yang lazim (Neoclasical Economy) di tahun 1950-an, khususnya sejak dikemukakan oleh Walter Isard. Kritik ini timbul karena hingga masa itu teori ekonomi dianggap terlalu menyederhanakan permasalahan karena hanya melihat dari sisi penawaran (supply) dan permintaan (demand) secara agregat. 
Pendekatan tersebut dianggap terlalu menyederhanakan masalah ekonomi yang seolah mengabaikan aspek ruang. Pada dasarnya keberadaan komoditas sejumlah “Q” seperti yang ditunjukkan dalam gambar di bawah, secara spasial tersebar tidak merata. Dari sisi permintaan, penyebaran jumlah dan keragaman penduduk di dalam ruang yang tidak merata berdampak pada permintaan barang/jasa yang tidak merata. Sedangkan dari sisi penawaran, penyebaran sumberdaya termasuk sebaran kualitas lahan yang tidak merata berdampak pada pasokan barang yang tidak merata pula. Perbedaan komoditas yang tersebar di berbagai lokasi menimbulkan “cost” (biaya). Secara praktikal, kondisi sebenarnya ternyata jauh lebih kompleks dan lebih rumit karena berdimensi ruang. Limpahan (supply) dan permintaan setiap barang dan jasa berbeda-beda antar tempat, sehingga keseimbangan harga yang terbentuk juga berbeda-beda antar tempat.



 
harga  (S)
/biaya (D)                                                      Penawaran



 
            H1
                                                                                                 Permintaan
                                                      Q1                  Q (jumlahbarang/jasa)
Gambar 1.1. Kurva Permintaan dan Kurva Penawaran Barang dan Jasa (Rustiadi, dkk., 2007)
Ilmu wilayah mempertimbangkan aspek-aspek di atas dan aspek-aspek lingkungan lainnya sepanjang berkaitan dengan aspek lokasi, local, kota, desa atau wilayah. Ilmu wilayah membahas sejauh mana pengaturan-pengaturan perusahaan, konsumen dan lembaga.
Berdasarkan kritik-kritik tersebut, ilmu wilayah dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan terapan (applied science) baru dengan memasukkan dimensi ruang (lokasi) terhadap ilmu ekonomi menjadi ilmu baru. Dalam proses perkembangannya, “sense” ilmu ekonomi pada ilmu ini sangat menonjol. Hal ini sebenarnya mudah dipahami jika dilihat dari latar belakang para pelopor pengembangan ilmu ini yang merupakan pakar-pakar ilmu ekonomi, terutama Walter Isard. Karena itu pulalah dapat dipahami jika ilmu ini terutama sangat bias pada pendekatan-pendekatan kuantitatif karena kebanyakan pakar ekonomi yang mengembangkannya adalah juga pakar ekonometrik. Seperti halnya juga dalam ilmu ekonomi, ilmu wilayah melakukan analisis dengan pendekatan matematis atau model-model matematis atas data wilayah untuk menguji model dan hipotesis-hipotesis yang dikembangkan. Oleh karena itu pula penggunaan kata “science” menjadi dianggap penting.
Ilmu kewilayahan adalah ilmu yang mempelajari wilayah terutama sebagai sistem, khususnya yang menyangkut hubungan interaksi dan interdependensi antara subsistem utama ecosystem dengan subsistem utama social system, serta kaitannya dengan wilayah-wilayah lainnya dalam membentuk suatu kesatuan wilayah guna pengembangan, termasuk penjagaan kelestarian wilayah tersebut (Sutami, 1977).

2.1.2  Keruangan
Apabila kita menyebut kata ruang, apa yang terbayang dalam benak kita. Apakah ruang itu abstrak atau riil. Kalau abstrak apakah hanya ada dalam khayalan atau bisa lebih konkrit dari itu, sedangkan kalau riil maka ruang itu mempunyai batas yang jelas dan ciri-ciri yang berbeda antara ruang yang satu dengan ruang lainnya. Ruang bisa berarti sangat sempit tetapi juga bisa juga sangat luas tak terhingga. Kita bisa membayangkan bahwa ruang hanya sesuatu yang hampa tetapi memakan tempat atau yang terbayang adalah isi yang ada pada ruang tersebut, yang tentunya berbeda antara satu ruang dengan ruang lainnya. Semua benda membutuhkan ruang sehingga salah satu ciri yang membedakan benda adalah luas ruang yang dibutuhkan oleh benda itu. Dengan demikian, ruang adalah tempat untuk suatu benda/kegiatan atau apabila kosong bisa diisi dengan suatu benda/kegiatan. Dalam hal ini kata “tempat” adalah berdimensi tiga dan kata benda/kegiatan berarti benda/kegiatan apa saja tanpa batas. Kegunaan ruang menjadi terbatas apabila diberi ciri/karakter tambahan. Misalnya, ruang kelas yang berarti berisi benda ataupun kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan kelas, ruang tamu berisi benda ataupun kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan menerima tamu, dan lain-lain. Tanpa ruang maka suatu benda/kegiatan tidak mungkin berada di sana. Dalam bahasa Inggris, padanan kata ruang adalah space(spasial). Menurut Kamus Webster (Tarigan, 2009), space dapat diartikan dengan berbagai cara, di sini dikutip dua cara :

a.       The three dimensional contoinous expanse extending in all directions and containing all matter : variously thought of as boundless or intermediately finite.
b.      Area or room sufficient for or alloted to something.
Kamus Random House (Tarigan, 2009) menulis, space : a particular extent of surface. Dengan demikian, secara umum ruang diartikan dengan tempat berdimensi tiga tanpa konotasi yang tegas atas batas dan lokasinya yang dapat menampung  atau ditujukan untuk menampung benda apa saja. Sebetulnya ada tiga kata yang sering bisa dipertukarkan, yaitu ruang, tempat dan lokasi. Di antara ketiga kata ini, ruang adalah yang bersifat umum, tidak terikat dengan isi maupun lokasi. Tempat seringkali dikaitkan dengan keberadaan suatu benda/kegiatan yang telah ada/sering ada di situ. Lokasi terkait dengan posisi apabila di permukaan bumi bisa ditentukan bujur dan lintangnya. Lokasi sering terkait dengan pemberian nama atau karakter atas sesuatu tempat sehingga dapat dibedakan lokasi yang satu dengan lokasi lainnya. Karena ruang bisa menyangkut apa saja yang membutuhkan tempat, maka harus ada batasan tentang ruang yang ingin dibicarakan. Dalam hal ini yang ingin dibicarakan adalah ruang sebagai wilayah.
Sementara itu, pengertian ruang menurut Undang-Undang N0. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lain, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.

2.2        Teori Wilayah
2.2.1   Teori Lokasi Sentral
Pada tahun 1933, Walter Christaller memusatkan perhatianya terhadap penyebaran pemukiman, desa dan kota-kota yang berbeda-beda ukuran luasnya. Penyebaran tersebut kadang-kadang bergerombol atau berkelompok dan kadang-kadang terpisah jauh satu sama lain. Atas dasar lokasi dan pola penyebaran pemukiman dalam ruang ia mengemukakan teori yang disebut Teori Tempat Yang Sentral  (Central Place Theory) (Nursid Sumaatmadja, 1981).
Pada tahun 1945, August Lost memperkuat teori Christaller, mereka berkesimpulan bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasasrkan apek keruangan kepada penduduk. Jadi lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan penduduk itu harus ada pada tempat yang sentral (yang memungkinkan partisipasi warga yang jumlahnya maksimum).Tempat yang semacam itu oleh Christaller dan Losh diasumsikan sebagai titik simpul-simpul dari suatu bentuk geometrik yang heksagonal.Tempat-tempat semacam itu memiliki kawasan pengaruh terhadap daerah sekitarnya.Hubungan antaralokasi tempat-tempat yang sentral dengan tempat yang sentral disekitarnya membentukhierarki jaringan seperti sarang lebah. Bentu

2.2.2   Teori Kutub Pertumbuhan
Teori ini dikemukakan oleh Perroux pada tahun 1955, atas dasar pengamatanterhadap proses pembangunan. Perroux mengakui kenyataan bahwa pembangunan tidak terjadi dimana-mana secara serentak, tetapi muncul ditempat-tempat tertentu dengan intensitas yang berbeda.Tempat-tampat itulah yang dinamakan titik-titik dan kutub-kutub pertumbuhan. Dari titik-titik dan kutub-kutub pertumbuhan itulah pembangunan akan menyebar melalui berbagai saluran dan mempunyai akibat akhir yang berlainan pada perekonomian secara keseluruhan.
Mengingat pengamatan diatas teori ini menyarankan keperluan untuk memusatkan investasi dalam sejumlah sektor kecil sebagia sektor kunci di beberapa tempat tertentu. Dalam memusatkan usaha pada sejumlah sektor dan tempat yang kecil diharapkan pembangunan akan menjalar pad sektor lain pada seluruh wilayah, dengan demikian sumber-sumber material dan manusiawi yang digunakan dapat dimanfaatkan lebih baik dan lebih efisien. Jadi pada dasarnya teori kutub pertumbuhan menerangkan akibat dari sekelompok kesatuan-kesatuan yang memimpin atau karena polarisasi.

2.2.3 Konsep-konsep Pusat Pengembangan
Teori tem,pat sentral telah melandasi dikembangkannya Teori Kutub Pertumbuhan. Teori Kutub Pertumbuhan menekankan pada dinamisme dan aglomerasi industri-industri, sehingga memungkinkan kebijakan secara simultan, yaitu yang utama adalah pemilihan pusat-pusat modal yang dominan dan disamping itu mendesntralisasikan kegiatan-kegiatan ekonomi.
Mirdal menekankan analisanya pada faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya ketidakseimbangan di berbagai daerah dan negara yaitu backwash effects adalah lebih kuat dari faktor yang menimbulkan spreed effects.
Hirchman sependapat dengan pandangan Peurrox dan Mirdal, ia berpendapat bahwa :
“Kemajuan ekonomi tidak terjadi pada waktu yang sama diberbagai daerah dan apabila di suatu daerah terjadi pembangunan terdapat daya tarik yang kuat yang akan menciptakan konsentrasi pembangunan ekonomi di sekitar daerah dimana pembangunan bermula.”(Sadono Sukirno, 1976).
Boudeville mendefinisikan Kutub Pertumbuhan wilayah sebagai seperangkat industri-industri sedang berkembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan ekonomi lebih lanjut melalui wilayah pengaruhnya.

2.2.4  Konsep Teori Gravitasi, Indeks Aksesibilitas dan Indeks Williamson.
Dalam analisa gratvitasi, daerah dianggap sebagai suatu massa. Hubungan antara daerah dipersamakan dengan hubungan antara masa-masa wilayah yang mempunyai daya tarik, sehingga saling mempengaruhi antara daerah sebagai perwujudan kekuatan tarik menarik antar daerah (Warpani Suwardjoko, 1984). Rumus gavitasi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Pi . Pj
Tij  = k --------
              dij2

Dimana  :
Tij  = kekuatan gravitasional antara kota I dan kota j
K   = konstata
Pi   = jumlah penduduk di kota I
Pj   = jumlah penduduk di kota j
dij = jarak fisik antara kota I dan kota j

Analisa indek Williamson digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan daerah selama proses pembangunan. Untuk mengukur disparitas pendapatan dapat digunakan ukuran ketimpangan regional dari   J.G. Williamson sebagai berikut :
Öå(Yi – Y) .fi/n
Vw  = ----------------------------
                   Y
Dimana  :
Vw    = ketimpangan pendapatan
Yi    = pendapatan perkapita di sub daerah regional
Y     = pendapatan perkapita nasional
fi     = jumlah penduduk di sub daerah regional
n     = jumlah penduduk nasional

2.3        Konsep Pertumbuhan Wilayah Kota
Kota diartikan sebagai  suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang  matrealistis, atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk daerah belakangnya. Beberapa aspek kehidupan di kota antara lain aspek sosial sebagai pusat pendidikan, pusat kegiatan ekonomi , dan pusat pemerintahan. Ditinjau dari hirarki tempat, kota itu memiliki tingkat atau rangking yang tertinggi, walaupun demikian menurut sejarah perkembangannya kota itu berasal dari tempat-tempat pemukiman sederhana.
Salah satu permasalahan di kota –kota besar di Indonesia adalah tingginya urbanisasi. Pertambahan urbanisasi ini dapat diindikasikan dengan adanya laju pertumbuhan penduduk yang pesat. Hal ini mempunyai implikasi terhadap pertambahan jumlah angkatan kerja sebagai awal terjadinya proses urbanisasi.
Pertumbuhan kota selain disebabkan oleh urbanisasi juga dapat dipengaruhi dengan laju pembangunan suatu kota yang  terencana untuk mewujudkan arah pertumbuhan kota yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintahan menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa. Hal ini dimaksudkan agar kota tesebut tumbuh menurut arah dan fungsinya yang integral dengan pembangunan regional dan nasional.
Pada hakekatnya prinsip tujuan perencanaan pembangunan kota adalah usaha menciptakan kesejahteraan penghuninya melalui penciptaan lingkungan pemukiman yang ‘’habitable” dengan sarana penghidupannya melalui rangkaian tindakan pendayagunaan fungsi alam (tanah), atas dasar keseimbangan hubungan antara manusia dan alamnya.


BAB III
PEMBAHASAN


3.1        Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh datayang di butuhkan dalam penelitian ini, penulis melekukan penelitian pada pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu  yang berlokasi di jalan Emi Saelan, Palu Sulawesi Tengah .

3.2        Konsep Keruangan dan Kewilayahan Mall Tatura Palu
Penentuan penetapan wilayah dan ruang pada sebuah pusat perbelanjaan di dasarkan pada berbagai faktor vital, di antaranya seperti, Nilai sewa lahan, Orientasi pasar, Tingkat keramaian, kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan berbagai hal lainnya yang di gunakan sebagai penentu kebijakan.
Tak dapat di elakan lagi, bahwa adanya ruang ( Space ) merupakan parasyarat pembangunan pada setiap wilayah. Terlebih untuk sebuah wilayah berkembang yang masi memerlukan pembangunan sebagai bentuk dari peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Aspek ruang dan wilayah dalam pembangunan selalu menjadi perhatian serius, yang di harapkan tidak memberikan dampak buruk bagi wilayah sekitar. Dalam kasusu ini, konsep kewilayahan yang di terapkan oleh pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu berorintasi pada pusat pasar dan pemukiman, yang memungkinkan adanya bauran antara Pasar dan Pemukiman.  Penempatan pembangunan yang berarea pada wialayah padat pemukiman dan pusta perbelanjaan, meberikan dampak pada penyempitan ruang yang cukup menonjol.
3.3        Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mall Tatura Palu
Menurut  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  (2008:  290),  dampak adalah  pengaruh  kuat  yang  mendatangkan  akibat,  baik  akibat  negatif  maupun akibat positif. Berbagai dampak yang timbul dari pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu, baik dari segi keruangan dan wilayah, lingkungan, social dan ekonomi. Dampak yang timbul dari itu dapat berupa dampak postif dan juga negative yang akan penulis uraikan menurut hasil dari penelitian yang di adakan penulis.
3.3.1        Dampak Positif
Berbagai dampak positif yang di hasilkan dari pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu di antaranya sebagai berikut :
1.      Pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak , berkisar sekitar 153 orang yang 70% berasal dari kota palu , dan sisanya berasal dari berbagai daerah di antaranya, Panti timur/barat  Wani, Pantoloan, Kulawi, Donggala sampai Makassar.
2.      Memberikan sumbangsi pada pendapatan daerah, yang berasal dari pajak bangunan, dan reklame , yang pada akhirnya membantu pemerintah dalam pembiayan pembangunannya.
3.      Membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran khususnya di kota palu.
4.      Memberikan efek Top-Down pada usaha – usaha kecil di sekitarnya.
5.      Menyediakan sarana belanja yang baik, dan nyaman sehingga mendorong peningkatan konsumsi masyarakat . Menurut teori ekonomi , konsumsi masyarakat akan mendorong permintaan agregate barang yang pada akhirnya mendoron kegiatan produksi.

3.3.2        Dampak Negatif
Berbagai dampak negative yang di hasilkan dari pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu di antaranya sebagai berikut :
1.      Konsep tata ruang wilayah menutup pasar tradisional masomba meskipun tak ada dampak yang signifikan , tetapi memungkinkan berkurangnya pendapatan pedagang di pasar tradisional tersebut.
2.      Adanya pembangunan pusat perbelanjaan mall tatura palu mempersempit ruang dan wilayah sekitar serta persempit ruas jalan sementara volume kendaraan semakin meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang terus bertambah.
3.      Memungkinkan dengan adanya mall tatura palu dapat mengurangi peluang usaha pedagang sekitar khususnya, yang bergerak di bidang penyediaan bahan pokok.
BAB IV
PENUTUP

4.1        Kesimpulan
Pembangunan regional adalah bagian yang integral dalam pembangunan nasional. Karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat regional. Untuk mencapai keseimbangan regional terutama dalam perkembangan ekonominya maka diperlukan beberapa kebijaksanaan dan program pembangunan daerah yang mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan.
Konsep kewilayahan yang di terapkan oleh pembangunan pusat perbelanjaan Mall Tatura Palu berorintasi pada pusat pasar dan pemukiman, yang memungkinkan adanya bauran antara Pasar dan Pemukiman. Dari pembangunan Mall Tatura Palu, memberikan berbagai dampak positif maupun negative.
4.2         Saran
Pembangunan berbasis kewilayahan, tata ruang dengan memperhatikan lingkungan sosial ekonomi masyarakat sangat penting, untuk menjaga keberlanjutan budaya lokal masyarakat. Selain itu, pembangunan pusat perbelanjaan modern, harus memperhatikan unit-unit usaha tradisional lainnya unutk menjaga kebelanjutan usaha masyarakat lokal yang ada di wilayah sekitar.
Perhatian ini sangat di perlukan dalam setiap rencana pembangunan. Sehingganya penulis mengharapkan agar hal ini dapat di perhatikan oleh setiap pemegang kebijakan.















Daftar Pustaka

Adisasmita, Rahardjo, 2008, “Pengembangan Wilayah : Konsep dan Teori”, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Basri, Faisal dan Haris Munandar, 2009, “Laskap Ekonomi Indonesia : Kajian dan Renungan terhadap Masalah-masalah Struktural, Tranformasi Baru dan Prospek Perekonomian Indonesia”, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Rijanta, R., dkk, 2005, “Ilmu Wilayah (GPW 1102)”, bahan kuliah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rustiadi, Ernan, dkk, 2007, “Perencanaan dan Pengembangan Wilayah”, Crestpent Press, P4W-LPPM IPB, Bogor.
Sajfrizal, 2012 , “ Ekonomi Wilayah Dan Perkotaan “ PT.Raja Garafindo Persada, Depok
Hasil wawancara langsung dengan narasumber , staf promosi pada Mall Tatura Palu , 12 Maret 2014.





No comments:

Post a Comment