Tuesday 28 January 2014

ARAH DESENTRALISASI KEBIJAKAN FISKAL


Desentralisasi fiskal adalah salah satu kebijakan Pemerintah Pusat yang mempunyai prinsip dan tujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical fiscal imbalance) dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance), meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional, tata kelola, transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian transfer ke daerah yang tepat sasaran, tepat waktu, efisien, dan adil; mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro.
Disamping itu, untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kepada daerah diberikan kewenangan memungut pajak daerah dan retribusi daerah (local taxing power). Kebijakan transfer ke daerah, terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus. Adapun Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), yang merupakan komponen terbesar dari dana transfer ke daerah .

Pembahasan
Desentralisasi fiskal merupakan suatu revolusi yang sangat besar dalam manajemen keuangan publik di Indonesia. Perubahan pola hubungan yang sangat mendasar dari sistem tersentralisasi pada era orde baru menjadi sistem yang terdesentralisir ditandai dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999. Selanjutnya, Undang-Undang ini diganti dan disempurnakan dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004. Inti dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah pelimpahan berbagai kewenangan kepada pemerintah daerah dan setting-up proses-proses politik di daerah, sedangkan inti dari Undangundang Nomor 25 Tahun 1999 adalah dukungan terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menjamin ketersediaan sumber-sumber fiskal bagi pemerintah daerah.
Dengan semakin besarnya sumber-sumber penerimaan daerah, maka volume keuangan yang dikelola dalam APBD (Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah) juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dibandingkan periode sebelum otonomi. Peningkatan volume keuangan tersebut diikuti juga dengan adanya pelimpahan beberapa fungsi pemerintahan yang pembiayaannya harus ditanggung oleh daerah. Melihat fenomena yang terjadi terkait dengan pengelolaan belanja yang belum optimal, kiranya tidak berlebihan apabila para pengelola keuangan daerah serta pelaku pembangunan mulai memikirkan akan pentingnya efisiensi di dalam pengelolaan keuangan Daerah. Prinsip dasar pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia ialah “Money Follows Functions”, yaitu fungsi pokok pelayanan publik didaerahkan, dengan dukungan pembiayaan pusat melalui penyerahan sumber-sumber penerimaan kepada daerah.
Kebijakan Fiskal  Dan Desentralisasi Fiskal

Dalam perkembangannya, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi 4 macam (Basri dan Sabri, 2003), yaitu (i) pembiayaan fungsional (functional finance), (ii) pengelolaan anggaran (the managed budget approach), (iii) stabilisasi anggaran otomatis (the automatic stabilizing budget) dan (iv) anggaran belanja berimbang (balanced budget approach). Kebijakan fiskal ini berada pada setiap level pemerintahan yakni pusat dan daerah, dan secara umum tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
APBN maupun APBD bertindak sebagai alat pengatur urutan prioritas pembangunan dengan mempertimbangkan tujuantujuan yang ingin dicapai oleh usaha pembangunan. Sejauh ini, tekad yang tertulis pemerintah dalam hal anggaran ini (Badan Analisa Fiskal, 2004) adalah, pertama, menempuh anggaran belanja seimbang dan dinamis di mana pengeluaran total tidak melebihi permintaan total. Kedua, Anggaran dibedakan menjadi anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Tabungan pemerintah merupakan penerimaan dalam negeri di atas pengeluaran rutin yang diusahakan meningkat agar dapat mengurangi kebutuhan bantuan dan hutang luar negeri. Ketiga, dari sisi penerimaan anggaran, dasar perpajakan diusahakan semakin luas lewat intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak. Keempat, di sisi pengeluaran anggaran, prioritas diberikan pada kegiatan-kegiatan pembangunan dan bukan pada kegiatan-kegiatan rutin. Subsidi-subsidi semakin dikurangi baik untuk perusahaan-perusahaan pemerintah maupun terhadap barang konsumsi, sehingga akan menghemat pengeluaran. Kelima, kebijakan anggaran diarahkan pada sasaran untuk meningkatkan penggunaan barang-barang dan tenaga kerja dari dalam negeri, dengan tujuan agar produksi dalam negeri semakin meningkat. Dan keenam, dalam hubungannya dengan perluasan kesempatan kerja, produsen didorong untuk lebih menggunakan teknologi padat karya dengan sedikit menggunakan teknologi padat modal.
Peranan atau fungsi dari pemerintah di bidang fiskal adalah untuk menciptakan stabilisasi ekonomi, pemerataan pendapatan, dan mengalokasikan sumber daya manusia. Khusus untuk fungsi stabilisasi dan pemerataan, akan lebih efektif apabila dilakukan pemerintah pusat, sedangkan fungsi alokasi akan lebih efektif dilakukanpemerintah daerah (Kuncoro, 2004).

Hubungan Sektor Ekonomi Regional Dengan Desentralisasi Fiskal

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan kehidupan pemerintahan. Misi utama yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 bukan sekedar pelimpahan kewenangan dan pembiayaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, namun yang lebih penting lagi adalah keinginan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan sumberdaya keuangan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan kepada masyarakat.
Pemerintah Daerah dapat menjalankan fungsinya secara efektif, melaksanakan kinerja secara optimal serta memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan pengeluaran di sektor publik apabila didukung oleh sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak dan SDA, Pinjaman maupun Transfer dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Untuk menganalisis dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian sektor publik, dapat juga digunakan pendekatan Brennan dan Buchanan (1980), yang mengasumsikan bahwa pemerintah adalah ”Leviathan”, yang secara sistematis mengeksploitasi rakyatnya dengan memaksimalkan pajak dan menggunakan untuk alokasi sektor publik (Oates, 1985). Pendekatan Leviathan mengemukakan bahwa salah satu tujuan pemerintahan suatu negara pada dasarnya adalah memaksimumkan, atau paling tidak, meningkatkan size dan belanja negara. Pada saat ini lebih banyak pemerintahan suatu negara yang menggantungkan pembiayaan defisit keuangan melalui penerbitan surat utang pemerintah yang secara global pada akhirnya mendorong reformasi pasar sekuritas di seluruh dunia. Di sisi lain moratorium utang, pembatalan/penghapusan utang dan perubahan ketentuan kepailitan juga merupakan fenomena yang mengedepankan kepentingan perolehan kompensasi keuangan dengan cara yang berbeda. Keinginan untuk mengatasi tekanan permintaan fiskal pemerintah yang berat sering menimbulkan

upaya reaktif untuk mencari alternatif sumber pembiayaan dari sektor yang “perlu” diatur.
Upaya ini merupakan salah satu bukti yang dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara kegiatan politik dengan sektor perbankan dan keuangan yang memunculkan gagasan-gagasan mengenai perubahan ketentuan yang relevan dengan sektor perbankan dan keuangan. Pada konteks ini pemerintah suatu negara biasanya menyusun strategi untuk melakukan pengaturan di sektor perbankan dan keuangan serta mekanisme pengawasannya. Campur tangan pemerintah ini mengakibatkan persaingan antar lembaga pengawas sektor perbankan dan keuangan tidak dapat dihindari dan sangat berperan dalam perkembangan perekonomian negara.

Kesimpulan

Peranan atau fungsi daripada pemerintah di bidang fiskal adalah untuk menciptakan stabilisasi ekonomi, pemerataan pendapatan, dan mengalokasikan sumber daya manusia. Khusus untuk fungsi stabilisasi dan pemerataan, akan lebih efektif apabila dilakukan pemerintah pusat, sedangkan fungsi alokasi akan lebih efektif dilakukan pemerintah daerah.
Adanya desentralisasi fiskal akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan sumberdaya keuangan daerah serta akuntabilitas sektor publik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini bisa dipahami karena pemerintah pusat akan berlaku seperti perusahaan yang mempunyai hak monopoli dalam mendesentralisasikan pajak dan pengeluaran untuk mendukung kompetisi diantara pemerintah daerah (Brennan dan Buchanan, 1980). Pemerintah Daerah dapat menjalankan fungsinya secara efektif, melaksanakan kinerja secara optimal serta memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan pengeluaran di sektor publik apabila didukung oleh sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak dan SDA, Pinjaman maupun Transfer dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah.

No comments:

Post a Comment